Selasa, 05 Mei 2020

"No Mudik No Cry"

Bismillah

      Selasa, hari ke-12 di bulan Ramadan. Kegiatan masih sama, bangun jam 3, menyiapkan sahur, sahur bersama keluarga, salat subuh berjamaah, dan membuat tulisan yang kelima di bulan Mei ini. Bedanya, hari ini kakak tidak ikut sahur, kulihat dia masih tidur nyenyak. Dia bangun sebentar menuju ke ruang makan. Namun, saat dia melihat ada bantal, sepertinya dia tidak tahan untuk tidak tidur lagi. Maka kuputuskan untuk membiarkannya saja. Dia sudah luar biasa, sahur sebelas kali tanpa absen. Aku bangga padanya.

        Memasuki pertengahan bulan Ramadan, aku teringat dengan momen mudik. Di waktu - waktu ini, jika kami memutuskan untuk mudik, maka sekarang adalah saat yang pas berburu oleh - oleh untuk dibawa ke Palembang. Khawatir jika nanti sudah banyak toko yang tutup mendekati lebaran ataupun ekspedisi yang sudah tidak mengirimkan paket. Tahun lalu, keluarga dari Palembang yang datang ke Surabaya. Tentu aku sangat senang lebaran bersama mereka. Apalagi ditambah masakan mama yang spesial, hmm nikmatnya. Ada rendang, sambal buncis dengan ati ayam, dan tak lupa sambal asam khas mama yang super duper maknyus.  Ada papa juga di rumah, yang terlihat bahagia sekali bermain dengan kedua cucunya. Nek anang, panggilan kedua anakku untuk sang kakek. Anak - anakku lengket sekali dengannya. Aku dan suami kalah. Ada adik perempuanku juga sangat membantu di rumah. Kakak dan adik sangat suka makan disuapi cik tik. Emak pun bahagia.

     Tahun ini, Ramadan 1441 Hijriah, kami memutuskan untuk tidak mudik ataupun pulang kampung. Sampai sekarang, saya tidak tahu apa bedanya istilah mudik dan pulang kampung ini. Maafkan aku yang masih fakir ilmu ini ya Allah. Di tengah situasi pandemi ini, di rumah saja, tidak mudik, akan sangat membantu untuk memberhentikan penyebaran virus. Kondisi sekarang sangat berbahaya untuk melakukan perjalanan ke luar kota. Kita tidak pernah tahu, di bandara, di pesawat ataupun di jalanan adakah yang sudah terpapar virus. Karena memang katanya, banyak orang yang positif corona tanpa gejala apapun. Lindungi kami semua Ya Robb. Jauhkanlah kami dari segala penyakit. Semoga kami tidak tertular dan juga tidak menulari virus ini. Amin.

          Momen  lebaran di perantauan juga tidak seburuk itu kok. Yang jelas, uang transportasi yang biasanya dipakai untuk mudik dapat ditabung atau digunakan untuk keperluan yang lain. Aku yang sudah tidak sendiri, harus merogoh kocek lebih dalam jika ingin sekeluarga terbang ke Palembang. Apalagi usia kakak dan adik yang sudah tidak bayi lagi sudah dikenakan tarif anak - anak. Kami harus membeli empat tiket pesawat, delapan untuk kepergian berangkat dan kembali. Alhamdulillah, ada teknologi video call yang sangat membantu mengobati rasa rindu tanah kelahiran. Hampir setiap hari aku melakukan panggilan telepon ke Palembang. Anak - anak juga senang bercengkerama dengan nekno dan nek anang. Aku juga melihat ekspresi dari papa dan mama saat berbincang - bincang dengan kakak dan adik. Ada binar bahagia memancar dari mata mereka. Sesekali aku menanyakan tentang makanan apa yang mereka inginkan, setidaknya aku bisa mencarinya secara online lalu dikirimkan ke rumah. 

        Tetap semangat buat teman - teman yang tidak bisa pulang ke kampung halamannya tahun ini.  Berpikir positif akan menghibur diri ini karena tidak bisa merayakan hari raya di kampung halaman. Yakinlah, bahwa tanda cinta yang paling indah untuk orang tua kita adalah mendoakan mereka secara diam - diam. Sebagaimana hadis, “Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya disaat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR Muslim). Mama, papa, aku sayang kalian. 


#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
#BERSEMADI_HARIKE-5

Surabaya, 5 Mei 2020
-HY-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar